Sketsa Terakhir di Pelupuk Waktu

Naura Zahra

Penulis | Top 10 "Cinta dalam Cerita"

WAKTU :

Monday, March 4, 2024

KATEGORI :

Alunan suara lonceng angklung di atas rumah tua itu mengingatkanku akan suasana di mana nenek dan kakek selalu duduk di bawahnya. Beranda buku di dalamnya menopang kisah-kisah yang pernah diceritakan. Aroma kayu lapuk bercampur dengan harumnya kertas yang menguning, menyimpan bisikan masa lalu dalam diam.

Di antara debu dan nostalgia, seorang cucu menemukan sebuah jurnal usang, halamannya rapuh, tinta di dalamnya samar, namun setiap goresan tangan yang bergetar membawa kisah yang tak lekang oleh waktu.

Lembar demi lembar, ia membaca potongan kenangan samar tentang dua insan yang pernah saling merajut kisah: sang nenek yang bersuara lembut bagaikan harmoni senja, dan kakek, seorang penulis yang menari dengan kata-kata. Mereka adalah dua jiwa yang menjadikan dongeng sebagai jembatan menuju keabadian.

Namun, takdir adalah pelukis yang kejam. Perlahan, ingatan kakek terkikis, seperti kabut yang menelan bayangan pepohonan di pagi buta. Demensia merampas setiap jejak yang mereka ukir bersama. Tak lama kemudian, vonis lain jatuh. Nenek, cahaya yang selama ini menerangi, kini berjalan menuju batas senja yang tak terelakkan.

Tapi sebelum ia melangkah pergi, ada satu harapan yang terpaku dalam hatinya: ia ingin dikenang, walau hanya sesaat, oleh pria yang pernah berjanji untuk mencintainya selamanya.

Setiap hari, nenek menenun waktu dengan kesabaran. Sang nenek membawa kakek untuk berjalan-jalan menyusuri halaman rumahnya dan menceritakan kisah tiap tiang yang menopang rumah mereka, berharap ada satu momen di mana kakek kembali kepadanya. Hingga malam tiba, sang nenek selalu membacakan setiap carik lembaran dongeng karya mereka dahulu kala.

Nenek terus mencoba menjahit kembali kenangan mereka selama 7 tahun lamanya, namun tatapan itu tetap kosong, seolah takdir telah menuliskan ulang kisah mereka dalam lembaran yang tak lagi dikenalnya.

Hingga pada suatu malam, nenek merasakan kesedihan yang tak mampu lagi disembunyikan, menyadari akan kepahitan bahwa ia akan pergi dengan tak dikenal oleh pujaan hatinya. Air matanya jatuh, membasahi lembaran buku yang ia dekap.

Matanya memerah melihat tatapan kosong sang suami. Ia berteriak,

“Ingat! Ingatlah aku!
Kau berjanji akan selalu ada di sampingku selamanya.
Ya benar, kau memang berada di sampingku, namun hanya raga — tidak dengan ingatan.”

Sang nenek tak kuat lagi mengatakan keluhan dalam hatinya yang sudah lama ia kubur dalam-dalam. Ia meninggalkan sang kakek dan bertanya dalam keheningan malam, pada bintang-bintang yang bergeming, pada angin yang berhembus pelan,

“Apakah aku terlalu egois?
Memaksa seseorang untuk mengingatku, saat pikirannya sendiri tak lagi berpihak padanya?”

Dengan kaki yang lemas, hati yang gundah gulana, ia mendatangi suaminya yang sedang duduk di ruang tamu. Ia menangis melihat sang suami dengan matanya yang abu-abu itu.

Nenek meminta maaf atas semua perilakunya selama ini, menguatkan hati bahwa ia harus berdamai dengan keadaan — bagaimanapun pria yang dicintainya juga tidak ingin dilukis seperti ini, bagaimanapun juga lukisan ini adalah kehendak Tuhan. Sang nenek tak bisa apa-apa selain tersenyum melihat karya Tuhan yang indah dan penuh dengan kenangan itu.

Di penghujung usianya, nenek masih setia. Malam itu, dengan suara yang melemah, ia membuka buku dongeng yang telah pudar oleh waktu, lalu membacakan satu kisah yang pernah mereka tulis bersama.

“Dan akhirnya, sang ratu yang menunggu di bawah pohon cemara, bertemu kembali dengan raja yang telah lama pergi...”

Suara nenek bergetar, hampir tenggelam dalam isak. Namun sebelum ia menutup buku itu, tiba-tiba, sebuah suara pelan melanjutkan kalimatnya:

“...dan mereka berjanji untuk tidak pernah terpisah lagi, di dunia maupun di surga.”

Nenek tersentak. Tatapannya bertemu dengan sepasang mata tua yang kini berkilau oleh sesuatu yang telah lama hilang.

Dengan napas yang tersengal, kakek menggenggam tangannya, dan dengan suara bergetar, ia menyebutkan nama itu — nama yang hampir terlupakan:

“Maria... istriku... maafkan pria ini.”

Air mata nenek mengalir deras. Ia tersenyum, seolah waktu yang merampas segalanya kini mengembalikan sesuatu yang lebih berharga. Sekejap ketakutan, sejenak kehangatan.

Ia membisikkan permintaan terakhirnya,

“Tebuslah permintaan maafmu dengan membiarkanku tidur di pangkuanmu, seperti dahulu kala.”

Dan di bawah cahaya lampu yang temaram, dalam dekapan orang yang telah lama ia rindukan, nenek akhirnya pergi. Dengan damai, dengan senyuman, dengan kenangan yang kembali menyala sesaat sebelum redup selamanya.

Kakek menggenggam tangannya yang telah dingin. Dengan suara serak, ia berbisik,

“Jangan pergi... Aku baru saja mengingatmu...”

Namun kehangatan hanya sekejap. Esoknya, kakek kembali menjadi kanvas kosong dengan nama, wajah, dan waktu lenyap seperti debu yang diterbangkan angin.

Hanya satu kenangan yang tersisa, satu yang bertahan meski ingatan lain memudar.

Di tahun-tahun berikutnya, sang cucu membuka kembali jurnal tersebut dan menyadari bahwa coretan-coretan tak berdaya itu adalah usaha kakek mengembalikan semua kenangannya bersama sang nenek. Dalam jurnal yang ditulis dengan tangan yang gemetar, meskipun seringkali hanya berupa tanggal yang ia salin dari kalender.

Tak ada lagi kisah, tak ada lagi dongeng. Hanya satu kalimat yang tertulis dengan goresan yang hampir tak terbaca:

“Ingatan terakhirmu adalah diriku, dan ingatan terakhirku adalah dirimu.”

Tertanggal 14 Februari 2017, hari ketika nenek pergi — dan dunia dalam ingatan kakek berhenti selamanya.

Di beranda rumah tua itu, angin berhembus perlahan, membawa bisikan yang tak terlihat, namun tetap ada.

Sang kakek selalu memilih untuk tidur di sofa ruang tamu. Cucu selalu bertanya, “mengapa?” namun, ia hanya bisa menjawab,

“Tak tahu mengapa, ruangan ini sangat hangat.”

Karena cinta sejati tidak selalu berarti mengingat, tetapi tentang merasa meski dalam kehampaan.

TOP CONTRIBUTOR

Of The Month

JANGAN LEWATKAN CERITA BARU

Ikuti kabar, cerita, dan apresiasi terbaru. Jadilah Penjelajah Cerita yang selalu terhubung.

Satu cara kecil untuk tetap terhubung dengan semesta yang kamu cintai.

TOP CONTRIBUTOR

Of The Month

JANGAN LEWATKAN CERITA BARU

Ikuti kabar, cerita, dan apresiasi terbaru. Jadilah Penjelajah Cerita yang selalu terhubung.

Satu cara kecil untuk tetap terhubung dengan semesta yang kamu cintai.

TOP CONTRIBUTOR

Of The Month

JANGAN LEWATKAN CERITA BARU

Ikuti kabar, cerita, dan apresiasi terbaru. Jadilah Penjelajah Cerita yang selalu terhubung.

Satu cara kecil untuk tetap terhubung dengan semesta yang kamu cintai.

PENGHARGAN BULANAN — TOP CONTRIBUTOR

Jadilah Kontributor Terbaik dan raih apresiasi setiap bulan. Dapatkan Merchandise Eksklusif dari Semesta Bercerita sebagai bentuk penghargaan atas kontribusimu.

Kami menghargai setiap Penjelajah Cerita yang hadir, berinteraksi, dan menjaga semesta ini tetap hidup. Setiap bulan, kami akan memilih Top Contributor — mereka yang aktif membagikan snap story, meninggalkan komentar, melakukan tag, dan ikut bersuara di setiap kisah yang kami bagikan. Karena setiap dukungan, sekecil apa pun, berarti bagi semesta ini.

PENGHARGAN BULANAN — TOP CONTRIBUTOR

Jadilah Kontributor Terbaik dan raih apresiasi setiap bulan. Dapatkan Merchandise Eksklusif dari Semesta Bercerita sebagai bentuk penghargaan atas kontribusimu.

Kami menghargai setiap Penjelajah Cerita yang hadir, berinteraksi, dan menjaga semesta ini tetap hidup. Setiap bulan, kami akan memilih Top Contributor — mereka yang aktif membagikan snap story, meninggalkan komentar, melakukan tag, dan ikut bersuara di setiap kisah yang kami bagikan. Karena setiap dukungan, sekecil apa pun, berarti bagi semesta ini.

PENGHARGAN BULANAN — TOP CONTRIBUTOR

Jadilah Kontributor Terbaik dan raih apresiasi setiap bulan. Dapatkan Merchandise Eksklusif dari Semesta Bercerita sebagai bentuk penghargaan atas kontribusimu.

Kami menghargai setiap Penjelajah Cerita yang hadir, berinteraksi, dan menjaga semesta ini tetap hidup. Setiap bulan, kami akan memilih Top Contributor — mereka yang aktif membagikan snap story, meninggalkan komentar, melakukan tag, dan ikut bersuara di setiap kisah yang kami bagikan. Karena setiap dukungan, sekecil apa pun, berarti bagi semesta ini.

Di dunia yang terus berlari, kita perlahan kehilangan jeda untuk benar-benar merasa. Banyak hal dibiarkan mengendap; kata yang tidak sempat terucap, perasaan yang tidak tahu harus pulang ke mana. Kita tertawa di hadapan ramai, namun diam-diam menyimpan sunyi yang memantul di dalam dada. Lalu waktu berlalu begitu saja. Tanpa kita sadari, ada bagian dari diri yang ingin didengar, ingin dipeluk, ingin diberi ruang untuk jujur tanpa harus kuat setiap saat.


Semesta Bercerita tercipta sebagai ruang yang pelan, tempat kata menemukan makna, luka menemukan jeda, dan jiwa beristirahat tanpa perlu menyembunyikan apa-apa. Di sini, setiap kisah dihargai, setiap suara berarti, dan setiap rasa diterima apa adanya. Kami percaya bahwa cerita mampu menyembuhkan, mempertemukan, dan menyalakan kembali cahaya kecil di dalam diri. Di antara sunyi dan suara, kita akan tumbuh bersama: menulis, mendengar, dan saling menguatkan, satu cerita pada satu waktu.

Di dunia yang terus berlari, kita perlahan kehilangan jeda untuk benar-benar merasa. Banyak hal dibiarkan mengendap; kata yang tidak sempat terucap, perasaan yang tidak tahu harus pulang ke mana. Kita tertawa di hadapan ramai, namun diam-diam menyimpan sunyi yang memantul di dalam dada. Lalu waktu berlalu begitu saja. Tanpa kita sadari, ada bagian dari diri yang ingin didengar, ingin dipeluk, ingin diberi ruang untuk jujur tanpa harus kuat setiap saat.


Semesta Bercerita tercipta sebagai ruang yang pelan, tempat kata menemukan makna, luka menemukan jeda, dan jiwa beristirahat tanpa perlu menyembunyikan apa-apa. Di sini, setiap kisah dihargai, setiap suara berarti, dan setiap rasa diterima apa adanya. Kami percaya bahwa cerita mampu menyembuhkan, mempertemukan, dan menyalakan kembali cahaya kecil di dalam diri. Di antara sunyi dan suara, kita akan tumbuh bersama: menulis, mendengar, dan saling menguatkan, satu cerita pada satu waktu.

Di dunia yang terus berlari, kita perlahan kehilangan jeda untuk benar-benar merasa. Banyak hal dibiarkan mengendap; kata yang tidak sempat terucap, perasaan yang tidak tahu harus pulang ke mana. Kita tertawa di hadapan ramai, namun diam-diam menyimpan sunyi yang memantul di dalam dada. Lalu waktu berlalu begitu saja. Tanpa kita sadari, ada bagian dari diri yang ingin didengar, ingin dipeluk, ingin diberi ruang untuk jujur tanpa harus kuat setiap saat.


Semesta Bercerita tercipta sebagai ruang yang pelan, tempat kata menemukan makna, luka menemukan jeda, dan jiwa beristirahat tanpa perlu menyembunyikan apa-apa. Di sini, setiap kisah dihargai, setiap suara berarti, dan setiap rasa diterima apa adanya. Kami percaya bahwa cerita mampu menyembuhkan, mempertemukan, dan menyalakan kembali cahaya kecil di dalam diri. Di antara sunyi dan suara, kita akan tumbuh bersama: menulis, mendengar, dan saling menguatkan, satu cerita pada satu waktu.

© 2025 SEMESTA BERCERITA - ALL RIGHTS RESEVED

© 2025 SEMESTA BERCERITA - ALL RIGHTS RESEVED

© 2025 SEMESTA BERCERITA - ALL RIGHTS RESEVED

SEMESTA

MENU

SEMESTA

MENU

SEMESTA

MENU