Origami Hati

Wahyu Ramadzana

Penulis | Top 10 "Cinta dalam Cerita"

WAKTU :

Monday, March 4, 2024

KATEGORI :

Setiap Jumat sore, Dira duduk di bangku kayu tua di Stasiun Gambir, tangannya sibuk melipat kertas origami berbentuk hati. Ia selalu memilih kertas berwarna merah muda — warna yang menurutnya tidak terlalu nekat, tapi cukup untuk menyimpan rindu.

Hati-hati kertas itu ia taruh di sampingnya, berbaris rapi seperti pasukan kecil yang menunggu perintah.

“Masih belum berani memberikannya ke siapa pun?”

Suara itu membuatnya menoleh. Lelaki itu duduk di ujung bangku, jaket kulitnya belepotan cat minyak, rambut ikalnya terlihat seperti belum disentuh sisir selama seminggu. Namanya Arka, pelukis jalanan yang sering mangkal di trotoar dekat stasiun.

Dira mengernyit.

“Ini bukan untuk diberikan. Cuma... latihan.”

Arka tertawa, suaranya pecah seperti senar gitar yang terlalu sering dipetik.

“Latihan buat apa? Pameran origami?”

Dira tidak menjawab. Ia melipat lagi kertas merah mudanya, kali ini dengan sudut yang lebih tajam.
Sebenarnya, ia sudah membuat 1.223 origami hati selama dua tahun terakhir. Semuanya disimpan di dalam kardus sepatu bekas di bawah tempat tidurnya.

Tapi Arka tidak perlu tahu itu.

Minggu berikutnya, hujan deras mengguyur Jakarta. Dira berlindung di bawah atap stasiun, origami hatinya basah kuyup. Arka tiba-tiba muncul dari balik kabut hujan, tangan kanannya memegang kanvas berlukis perempuan dengan sayap kupu-kupu.

“Kau tahu, hati origami itu mirip sama perasaan,” katanya tiba-tiba, duduk di sebelah Dira tanpa permisi.
“Bisa dilipat rapi, tapi gampang sekali kusut.”

Dira menatapnya.

“Kau sok filosofis hari ini.”

Arka tersenyum.

“Aku punya teori: setiap orang punya satu lipatan yang gagal di hatinya. Lipatan itu bikin mereka selalu kembali ke tempat yang sama.”

“Seperti kau yang selalu kembali ke stasiun ini?”
“Seperti kita berdua,” balas Arka, matanya tiba-tiba serius.

Dira menggigit bibir. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Tapi tangan Arka tiba-tiba menyentuh jarinya, mengambil selembar kertas origami basah dari genggamannya.

“Boleh kucoba?”

Sebelum Dira sempat protes, Arka mulai melipat. Tangannya ceroboh, tidak seperti Dira yang presisi. Hasilnya? Hati origami yang miring, salah satu ujungnya terlalu lancip.

“Jelek,” komentar Dira.
“Tapi ini jujur,” kata Arka, meletakkannya di pangkuan Dira. “Seperti perasaan.”

Mereka mulai bertemu setiap Jumat. Arka selalu membawa cerita baru: tentang pelanggan yang marah karena lukisannya terlalu abstrak, tentang kucing liar yang ia beri nama Picasso, tentang mimpinya melukis langit Jakarta yang tidak pernah benar-benar biru.

Dira hanya mendengar, sambil terus melipat origami. Tapi suatu hari, Arka bertanya:

“Kenapa selalu hati?”

Dira berhenti. Kertas di tangannya terlipat setengah.

“Aku... tidak tahu. Mungkin karena bentuknya sederhana.”
“Atau karena kau takut bentuk lain akan mengungkapkan terlalu banyak?”

Dira tidak menjawab. Tapi malam itu, ia pulang dengan jantung berdebar dan satu origami burung bangau yang ia sembunyikan di saku jaket.

Musim hujan telah usai. Dira datang ke stasiun dengan kardus sepatu berisi 1.223 origami hati. Arka sedang melukis di kanvas barunya — gambar stasiun dengan ratusan origami beterbangan seperti kupu-kupu.

“Untukmu,” kata Dira, meletakkan kardus di depan Arka.

Arka membuka satu origami hati. Di dalamnya, ada tulisan kecil:

“Aku takut melipat perasaanku jadi bentuk lain.”

Ia membuka yang kedua:

“Tapi kau membuatku ingin mencoba.”

Dan yang ketiga:

“Mungkin besok, aku akan membuat origami burung.”

Arka tertawa, tapi matanya basah.

“Kau baru saja merusak sistem kompulsifmu.”
“Kau yang memulainya,” balas Dira sambil tersenyum.

Setahun kemudian, Dira berdiri di stasiun yang sama. Di tangannya, sebuah origami burung bangau dari kertas biru langit. Tapi Arka tidak pernah datang lagi.

Ia hanya meninggalkan sebuah lukisan di bangku kayu itu: gambar Dira dengan sayap origami, terbang di antara kereta yang berlalu-lalang.

Di sudut kanvas, ada tulisan kecil:

“Aku pergi mencari langit yang lebih biru. Tapi origamimu selalu mengingatkanku pada hujan.”

Dira meletakkan burung bangau itu di atas lukisan. Angin sore menerbangkannya ke rel kereta, di mana ia hancur dilindas roda besi.

Ia tahu, kadang cinta memang seperti origami — indah hanya saat masih berupa lipatan, sebelum kau mencoba membukanya.

TOP CONTRIBUTOR

Of The Month

JANGAN LEWATKAN CERITA BARU

Ikuti kabar, cerita, dan apresiasi terbaru. Jadilah Penjelajah Cerita yang selalu terhubung.

Satu cara kecil untuk tetap terhubung dengan semesta yang kamu cintai.

TOP CONTRIBUTOR

Of The Month

JANGAN LEWATKAN CERITA BARU

Ikuti kabar, cerita, dan apresiasi terbaru. Jadilah Penjelajah Cerita yang selalu terhubung.

Satu cara kecil untuk tetap terhubung dengan semesta yang kamu cintai.

TOP CONTRIBUTOR

Of The Month

JANGAN LEWATKAN CERITA BARU

Ikuti kabar, cerita, dan apresiasi terbaru. Jadilah Penjelajah Cerita yang selalu terhubung.

Satu cara kecil untuk tetap terhubung dengan semesta yang kamu cintai.

PENGHARGAN BULANAN — TOP CONTRIBUTOR

Jadilah Kontributor Terbaik dan raih apresiasi setiap bulan. Dapatkan Merchandise Eksklusif dari Semesta Bercerita sebagai bentuk penghargaan atas kontribusimu.

Kami menghargai setiap Penjelajah Cerita yang hadir, berinteraksi, dan menjaga semesta ini tetap hidup. Setiap bulan, kami akan memilih Top Contributor — mereka yang aktif membagikan snap story, meninggalkan komentar, melakukan tag, dan ikut bersuara di setiap kisah yang kami bagikan. Karena setiap dukungan, sekecil apa pun, berarti bagi semesta ini.

PENGHARGAN BULANAN — TOP CONTRIBUTOR

Jadilah Kontributor Terbaik dan raih apresiasi setiap bulan. Dapatkan Merchandise Eksklusif dari Semesta Bercerita sebagai bentuk penghargaan atas kontribusimu.

Kami menghargai setiap Penjelajah Cerita yang hadir, berinteraksi, dan menjaga semesta ini tetap hidup. Setiap bulan, kami akan memilih Top Contributor — mereka yang aktif membagikan snap story, meninggalkan komentar, melakukan tag, dan ikut bersuara di setiap kisah yang kami bagikan. Karena setiap dukungan, sekecil apa pun, berarti bagi semesta ini.

PENGHARGAN BULANAN — TOP CONTRIBUTOR

Jadilah Kontributor Terbaik dan raih apresiasi setiap bulan. Dapatkan Merchandise Eksklusif dari Semesta Bercerita sebagai bentuk penghargaan atas kontribusimu.

Kami menghargai setiap Penjelajah Cerita yang hadir, berinteraksi, dan menjaga semesta ini tetap hidup. Setiap bulan, kami akan memilih Top Contributor — mereka yang aktif membagikan snap story, meninggalkan komentar, melakukan tag, dan ikut bersuara di setiap kisah yang kami bagikan. Karena setiap dukungan, sekecil apa pun, berarti bagi semesta ini.

Di dunia yang terus berlari, kita perlahan kehilangan jeda untuk benar-benar merasa. Banyak hal dibiarkan mengendap; kata yang tidak sempat terucap, perasaan yang tidak tahu harus pulang ke mana. Kita tertawa di hadapan ramai, namun diam-diam menyimpan sunyi yang memantul di dalam dada. Lalu waktu berlalu begitu saja. Tanpa kita sadari, ada bagian dari diri yang ingin didengar, ingin dipeluk, ingin diberi ruang untuk jujur tanpa harus kuat setiap saat.


Semesta Bercerita tercipta sebagai ruang yang pelan, tempat kata menemukan makna, luka menemukan jeda, dan jiwa beristirahat tanpa perlu menyembunyikan apa-apa. Di sini, setiap kisah dihargai, setiap suara berarti, dan setiap rasa diterima apa adanya. Kami percaya bahwa cerita mampu menyembuhkan, mempertemukan, dan menyalakan kembali cahaya kecil di dalam diri. Di antara sunyi dan suara, kita akan tumbuh bersama: menulis, mendengar, dan saling menguatkan, satu cerita pada satu waktu.

Di dunia yang terus berlari, kita perlahan kehilangan jeda untuk benar-benar merasa. Banyak hal dibiarkan mengendap; kata yang tidak sempat terucap, perasaan yang tidak tahu harus pulang ke mana. Kita tertawa di hadapan ramai, namun diam-diam menyimpan sunyi yang memantul di dalam dada. Lalu waktu berlalu begitu saja. Tanpa kita sadari, ada bagian dari diri yang ingin didengar, ingin dipeluk, ingin diberi ruang untuk jujur tanpa harus kuat setiap saat.


Semesta Bercerita tercipta sebagai ruang yang pelan, tempat kata menemukan makna, luka menemukan jeda, dan jiwa beristirahat tanpa perlu menyembunyikan apa-apa. Di sini, setiap kisah dihargai, setiap suara berarti, dan setiap rasa diterima apa adanya. Kami percaya bahwa cerita mampu menyembuhkan, mempertemukan, dan menyalakan kembali cahaya kecil di dalam diri. Di antara sunyi dan suara, kita akan tumbuh bersama: menulis, mendengar, dan saling menguatkan, satu cerita pada satu waktu.

Di dunia yang terus berlari, kita perlahan kehilangan jeda untuk benar-benar merasa. Banyak hal dibiarkan mengendap; kata yang tidak sempat terucap, perasaan yang tidak tahu harus pulang ke mana. Kita tertawa di hadapan ramai, namun diam-diam menyimpan sunyi yang memantul di dalam dada. Lalu waktu berlalu begitu saja. Tanpa kita sadari, ada bagian dari diri yang ingin didengar, ingin dipeluk, ingin diberi ruang untuk jujur tanpa harus kuat setiap saat.


Semesta Bercerita tercipta sebagai ruang yang pelan, tempat kata menemukan makna, luka menemukan jeda, dan jiwa beristirahat tanpa perlu menyembunyikan apa-apa. Di sini, setiap kisah dihargai, setiap suara berarti, dan setiap rasa diterima apa adanya. Kami percaya bahwa cerita mampu menyembuhkan, mempertemukan, dan menyalakan kembali cahaya kecil di dalam diri. Di antara sunyi dan suara, kita akan tumbuh bersama: menulis, mendengar, dan saling menguatkan, satu cerita pada satu waktu.

© 2025 SEMESTA BERCERITA - ALL RIGHTS RESEVED

© 2025 SEMESTA BERCERITA - ALL RIGHTS RESEVED

© 2025 SEMESTA BERCERITA - ALL RIGHTS RESEVED

SEMESTA

MENU

SEMESTA

MENU

SEMESTA

MENU