8 Februari 2024
Tamu Tak Diundang di Rumah Lama
Beberapa tahun yang lalu, keluargaku memutuskan untuk pindah ke rumah lama peninggalan nenekku di sebuah desa kecil. Rumah itu besar, kuno, dan penuh dengan perabotan tua yang sudah berdebu. Aku selalu merasa rumah itu memiliki aura yang sedikit aneh, tetapi keluargaku, terutama ayahku, menganggap itu hanya pikiran anak muda yang terlalu banyak menonton film horor.
Malam pertama kami tinggal di sana, aku terbangun sekitar pukul dua pagi karena mendengar suara langkah kaki di lorong. Suaranya berat, seperti seseorang memakai sepatu bot besar. Awalnya aku berpikir itu ayahku, tetapi ketika aku keluar kamar, lorong itu kosong. Aku kembali tidur, mencoba mengabaikan rasa takut.
Hari-hari berlalu dengan kejadian-kejadian kecil yang membuatku merinding. Pintu yang tertutup sendiri, suara-suara samar seperti orang bercakap-cakap, dan bau wangi bunga melati yang tiba-tiba muncul di ruang tamu meski kami tidak pernah membawa bunga ke rumah. Aku ingin mengeluh kepada keluargaku, tetapi mereka selalu menertawakan kekhawatiranku.
Suatu malam, saat aku sedang membaca buku di ruang tamu, lampu tiba-tiba padam. Aku mengambil senter dan berjalan ke ruang tengah untuk memeriksa saklar listrik. Saat aku sampai di sana, aku merasakan sesuatu yang membuatku membeku. Ada bayangan hitam berdiri di sudut ruangan, tepat di samping meja makan.
Aku mengarahkan senter ke arah bayangan itu, tetapi tidak ada apa-apa di sana. Aku yakin aku melihatnya. Tubuhku gemetar, dan aku segera kembali ke kamar tanpa berani menoleh ke belakang.
Puncaknya terjadi beberapa minggu kemudian. Malam itu, keluargaku sedang tidur, dan aku terbangun karena suara keras seperti sesuatu jatuh dari lantai atas. Aku memberanikan diri naik ke atas untuk memeriksa. Ketika aku sampai di lorong lantai atas, aku melihat pintu kamar nenekku yang dulu terkunci rapat, kini terbuka lebar.
Di dalam kamar itu, aku melihat kursi goyang tua milik nenekku yang mulai bergerak perlahan, seolah-olah ada seseorang yang duduk di sana. Aku hampir berteriak, tetapi suara itu tercekat di tenggorokanku. Kemudian, kursi itu berhenti bergerak, dan aku mendengar suara pelan, hampir seperti bisikan, "Apa kamu nyaman tinggal di sini?"
Aku langsung berlari ke kamar orang tuaku dan membangunkan mereka. Ketika kami semua kembali ke kamar itu, kursi goyang itu diam, tidak ada apa-apa. Tetapi aku tahu, aku tidak bermimpi.
Keesokan harinya, aku menceritakan kejadian itu kepada salah satu tetangga kami yang sudah tinggal di desa itu sejak lama. Dia hanya mengangguk pelan dan berkata, "Rumah itu memang punya sejarah, Nak. Banyak yang bilang nenekmu masih suka pulang ke sana, memastikan semuanya baik-baik saja."
Sejak hari itu, kami mulai memperlakukan rumah itu dengan lebih hormat. Ibu sering menaruh bunga melati di meja, seperti yang biasa nenek lakukan, dan kami membiarkan kursi goyang itu di tempatnya, tidak pernah menyentuhnya lagi. Anehnya, setelah itu, tidak ada lagi kejadian aneh.
Namun, setiap kali aku melewati kamar nenek di lantai atas, aku selalu merasa ada mata yang mengawasi dari sudut ruangan, memastikan kami menjaga rumah tua itu dengan baik.