6 Februari 2022
Jejak Langkah di Hutan Larangan
Di sebuah desa kecil bernama Kawanua, terdapat sebuah hutan yang dikenal sebagai Hutan Larangan. Orang-orang desa percaya bahwa hutan itu adalah tempat bersemayamnya roh-roh penjaga, dan siapa pun yang masuk ke sana tanpa izin akan menghadapi nasib buruk. Namun, kepercayaan itu tidak cukup untuk menghalangi Adi, seorang pemuda pemberani dan penuh rasa ingin tahu, yang sering kali merasa terkekang oleh aturan-aturan yang membelenggu desanya.
Suatu malam, Adi memutuskan untuk membuktikan bahwa cerita tentang Hutan Larangan hanyalah mitos. Dengan sebuah lentera tua di tangannya, ia melangkah memasuki hutan. Udara di dalam hutan terasa berbeda—dingin dan berat, seperti menyimpan rahasia yang tak terucapkan. Langit malam tertutup oleh kanopi pohon yang lebat, membuat lentera Adi menjadi satu-satunya sumber cahaya.
Di tengah perjalanan, Adi menemukan sebuah jalan setapak yang penuh dengan jejak langkah kecil, seolah-olah ada seseorang yang baru saja melewati jalur itu. Anehnya, jejak-jejak itu berakhir tiba-tiba di depan sebuah pohon besar yang tampak lebih tua daripada pohon-pohon lainnya. Adi merasa ada sesuatu yang aneh, tetapi rasa penasarannya mengalahkan rasa takut.
Ketika ia mendekati pohon itu, sebuah suara lembut terdengar, "Mengapa kau datang ke sini, anak manusia?" Adi terkejut dan menoleh, tetapi tak ada siapa pun di sana. Suara itu terdengar lagi, kali ini lebih dekat, "Tidak ada yang masuk ke sini tanpa membawa alasan."
Adi mencoba mengabaikan suara itu dan menyentuh pohon besar di depannya. Namun, saat tangannya menyentuh kulit pohon, ia tiba-tiba merasakan getaran aneh. Sekelilingnya berubah. Ia kini berdiri di sebuah padang rumput luas, di mana langit malam dipenuhi bintang-bintang terang, jauh dari kegelapan hutan.
Di tengah padang itu, seorang wanita muda berdiri. Rambutnya panjang dan hitam pekat, dengan tatapan yang menusuk namun penuh kehangatan. Ia mengenakan pakaian tradisional yang tampak seperti berasal dari masa lampau. "Namaku Ratri," katanya, "Aku adalah penjaga tempat ini."
Adi mencoba berbicara, tetapi suaranya tercekat. Ratri melanjutkan, "Setiap orang yang datang ke sini membawa niat. Katakan, apa yang kau cari?"
Setelah beberapa saat, Adi mengumpulkan keberaniannya dan berkata, "Aku ingin tahu kebenaran tentang hutan ini. Aku ingin tahu mengapa orang-orang takut."
Ratri tersenyum tipis. "Kebenaran," katanya pelan. "Kebenaran itu berat, anak manusia. Tapi jika kau benar-benar ingin tahu, aku akan menunjukkannya."
Ratri mengangkat tangannya, dan pemandangan di sekitarnya berubah lagi. Kini, Adi melihat desa Kawanua di masa lalu. Ia melihat penduduk desa yang hidup dalam harmoni, hingga suatu hari, sekelompok orang asing datang untuk menebang pohon di hutan itu. Pohon-pohon itu ternyata adalah tempat tinggal roh-roh penjaga, dan perbuatan itu membangkitkan amarah mereka. Dalam sekejap, kehancuran melanda desa. Roh-roh itu menghancurkan apa pun yang ada di jalan mereka, meninggalkan hanya sedikit orang yang selamat.
"Kami memberi mereka peringatan," kata Ratri dengan suara dingin. "Tapi mereka tidak mendengarkan. Itulah sebabnya kami menjaga hutan ini. Bukan untuk melindungi kami, tetapi untuk melindungi kalian."
Adi merasa tubuhnya gemetar. "Lalu, mengapa kau membiarkanku masuk?"
Ratri menatapnya dalam-dalam. "Karena kau berbeda. Kau datang bukan untuk merusak, tetapi untuk memahami. Dan mungkin, kau adalah orang yang bisa mengingatkan mereka akan bahaya ini."
Saat Ratri selesai berbicara, Adi tiba-tiba merasa tubuhnya tertarik kembali ke dunia nyata. Ia berdiri di depan pohon besar itu, dengan lentera yang masih menyala di tangannya. Namun, kini ia merasa hutan itu bukan tempat yang menyeramkan, melainkan tempat yang penuh kehidupan dan cerita.
Adi kembali ke desa dengan hati yang berat, membawa pesan yang ingin disampaikan Ratri. Namun, ia tahu bahwa meyakinkan orang-orang di desanya tidak akan mudah. Meski begitu, ia berjanji pada dirinya sendiri untuk melindungi hutan itu, karena ia tahu bahwa Hutan Larangan bukanlah tempat yang harus ditakuti, tetapi dihormati.
Sejak malam itu, Adi menjadi penjaga tidak resmi hutan tersebut, memastikan bahwa cerita tentang Hutan Larangan tidak lagi hanya menjadi dongeng belaka, tetapi sebuah pengingat akan pentingnya menjaga harmoni antara manusia dan alam.