Apa yang kalian ketahui tentang “Batas”? Kata “Batas” sering kali ditemui dan dialami oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. Kata ini bisa diartikan sebagai patokan, ketetapan, kelemahan, penghalang, hambatan, dan sebagainya. Batas yang dimaksud penulis adalah ketetapan dari Sang Semesta bagi sebagian makhluk ciptaan-Nya, terutama manusia, dalam perjalanannya di bumi. Batas ini sering kali menjadi awal dari segala penghalang seseorang untuk menggapai mimpinya menuju kesuksesan. Sebagian manusia yang mengalami “Batas” ini sering kali menyalahi dirinya sendiri, bahkan menyalahi Tuhannya, merasa hidupnya sangat malang dan meresahkan untuk dijalani. Hal itu bisa terjadi karena manusia membiarkan dirinya terperangkap ke dalam lembah putus asa yang menyerang hatinya dengan ganas.
Sebenarnya tidak ada yang salah dengan manusia yang memiliki batas. Hanya saja, sebagian manusia yang memiliki batas atau sedang mengalami fase batas, tidak “sadar” dengan anugerah lain yang Tuhan berikan kepada mereka selain dari kesuksesan yang diinginkan. Terlebih lagi, maraknya cibiran dari bibir-bibir manusia yang tidak sadar tentang hakikat fungsi bibir yang Tuhan ciptakan, membuat hati manusia yang memiliki batas menjadi tertutup dari rasa “syukur”.
Begitu juga dengan kisahku yang awalnya begitu pilu untuk dirasakan. Aku belum tahu makna tersirat dari kata “Batas” yang sebenarnya. Aku adalah sosok yang berani untuk bermimpi. Sejak SMP, Tuhan mengenalkan dan mengajariku betapa luasnya cakrawala dunia yang patut dijelajahi melalui perantara sekumpulan cendekiawan berbudi luhur yang biasa kusebut “Guru dan Dosen”. Guru IPS-ku saat itu sedang mengenalkan enam benua di dunia dengan penyampaian yang jelas dan motivasi yang diberikan, menjadi awal mula munculnya keberanian dalam diri untuk bermimpi, bermimpi suatu saat diri ini bisa menjelajahi negeri kanguru yang terkenal dengan “Opera House”-nya. Aku juga teringat sebuah kutipan dari salah satu dosen terbaikku di kampus yang pernah mengatakan, “Mimpimu tidak akan pergi meninggalkanmu dan mimpimu tidak akan diambil oleh orang lain. Mimpimu adalah hakmu.” Aku percaya mimpi memberikan harapan setiap manusia untuk menjalani dan melanjutkan hidup.
Setelah meraih kesuksesan awal dalam menyelesaikan studi di bangku perkuliahan, “Batas” itu perlahan menyelinap masuk dan menghampiri ruangan megah berisikan mimpi-mimpi besar yang sudah kurajut dengan sangat indah dan rapi. Tepat 7 Mei 2024, aku melihat sekumpulan pemuda-pemudi dari penjuru nusantara berbondong-bondong melangkah menuju deretan mobil pick-up dan angkutan umum berwarna kuning yang berjejer di lintasan aspal, menunggu kedatangan para relawan muda. Mobil-mobil itu akan mengantarkan mereka menuju Pelabuhan Penyeberangan Klademak Kota Sorong, Papua Barat. Pelabuhan ini nantinya akan membawa rombongan para relawan muda melintasi samudera biru nan jernih dengan ombak yang menari-nari di permukaan, sembari menikmati suguhan dari pesona terumbu karang dan fauna dalam laut serta hutan bakau yang estetik menuju lokasi pengabdian di Kampung Friwen, Waigeo Selatan, Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Saat malam mulai menyapa cakrawala, sang surya bersembunyi di balik peraduannya dengan pesona jingga kemerahan yang perlahan memudar dan tiupan angin malam mulai berhembus menemani atmosfer bumi. Di sudut kamar berukuran 3 × 3 meter itu, tangan ini menengadah memohon kepada Zat Yang Maha Agung untuk diberikan petunjuk dan jalan kemudahan dalam menghadapi dunia yang penuh drama ini dengan memberi ruang pada hati untuk belajar memahami hakikat “Ikhlas”. Sambil berbisik lirih dalam kesunyian malam, air mata ini ikut berjatuhan membasahi tebing pipiku yang tak mampu menampung derita hati dalam menyimpan malangnya nasib sosok wanita yang hampir tiada di tanah rantau. Usai berdoa, aku lanjutkan dengan bertafakur, menyebut dan mengingat-Nya penuh khusyuk. Di tengah mata ini terpejam dengan hati, pikiran, dan seluruh tubuh sedang merasakan ketenangan yang syahdu, Sang Semesta menyelipkan sebuah petunjuk melintasi alam bawah sadarku. Selang tiga menit kemudian, aku tersadar dari perjalanan rohani yang menenangkan.
Hatiku berbisik lirih, “Apa yang aku lihat tadi?”
Tidak lama kemudian, tangan ini menggapai gadget yang tergeletak di atas meja belajarku dan dengan sigap jemariku mulai menelusuri beberapa pesan masuk di WhatsApp. Setelah melihat pesan masuk, mata ini menemukan sesuatu yang menarik sekaligus mengejutkan bagiku. Aku menerima pesan dari salah satu yayasan yang memberikan kesempatan diri ini untuk mengabdi pada negeri bersama para pemuda-pemudi di penjuru nusantara, yayasan dari Arah Pemuda Indonesia dalam event Ekspedisi Sapa Papua #5.
“SELAMAT! LOLOS PARTIAL FUNDED ATAU POTONGAN HARGA EKSPEDISI SAPA PAPUA #5
Hallo Kak, Zahra Khairunnisa,
Kami dari Yayasan Arah Pemuda Indonesia mengucapkan terima kasih bahwa kakak telah mendaftar fully funded Ekspedisi Sapa Papua #5. Namun, mohon maaf kakak belum lolos jalur fully funded, sehingga kami memberikan tawaran jalur partial funded potongan harga.
SELAMAT, kakak masuk 60 terbaik jalur PARTIAL FUNDED Potongan Harga.
Partial Funded diambil dari seleksi berkas dan seleksi study kasus.
Jalur ini tidak ada seleksi lagi, silahkan lakukan pembayaran dan konfirmasi maka otomatis akan menjadi delegasi resmi Ekspedisi Sapa Papua #5.
Sampai jumpa di Raja Ampat!
Kindly Regards,
TIM Arah Pemuda Indonesia”
Ternyata Tuhan memperlihatkan kebesaran-Nya yang Maha Indah. Dia membukakan pintu kemudahan padaku untuk menjemput satu mimpi yang memberikan pelajaran hidup, untuk belajar menerima kenyataan, melepaskan harapan, dan menyadari bahwa aku hanyalah manusia biasa tanpa punya kuasa apa pun dalam segala hal yang ada di bumi. Untaian kalimat ini terdengar seperti keluhan, tapi nyatanya itu adalah “Batas” yang harus kujalani. Aku hanya bisa belajar menerima semua ketetapan-Nya, walaupun menerima itu membutuhkan waktu dan proses kesadaran yang relatif lama, ditemani derai air mata yang merobek secercah harapan di hati. Sisa ruangan megah yang terisi dari mimpi-mimpi besar itu, kuselipkan rasa ikhlas dan syukur menemani hati agar “Batas” yang menjadi penghalang mimpiku tidak menenggelamkan jiwaku ke dalam lembah putus asa. Aku ucapkan terima kasih kepada Sang Semesta yang telah memberikan kesempatan kepada seorang tuna daksa mengikuti pendaftaran dan seleksi kegiatan dari yayasan API dalam event Ekspedisi Sapa Papua #5 di Raja Ampat.






