Médias sociaux

Médias sociaux

Médias sociaux

1 mars 2024

Rahasia Lorong Tua

"Rahasia Lorong Tua"

Desa Sukamendung terkenal dengan keindahan alamnya, tetapi ada satu tempat yang tak pernah dikunjungi orang, bahkan oleh penduduk desa sendiri: sebuah lorong tua yang terlantar di pinggir hutan. Lorong itu konon dulunya adalah jalan pintas menuju pabrik gula, tetapi setelah sebuah tragedi mengerikan puluhan tahun lalu, lorong itu ditinggalkan begitu saja.

Rima, seorang wartawan muda, tidak percaya dengan cerita-cerita mistis. Ia sengaja datang ke desa itu untuk menulis artikel investigasi. "Lorong tua itu pasti hanya cerita untuk menakut-nakuti anak-anak," pikirnya. Namun, penduduk desa memperingatkannya dengan nada serius.

“Jangan coba-coba masuk ke sana, Neng,” ujar Pak Danu, seorang tetua desa. “Banyak yang sudah hilang di sana, termasuk si Bagas, anak paling berani di desa ini.”

Rima hanya tersenyum. "Saya hanya ingin tahu faktanya, Pak. Kalau hanya lorong tua, apa yang perlu ditakuti?"

Hari berikutnya, Rima mendatangi lorong itu. Jalan setapak yang terbuat dari batu bata tua tampak retak dan ditumbuhi lumut. Udara di sekitar lorong terasa lebih dingin dibandingkan tempat lain di desa. Saat melangkah masuk, ia merasakan sesuatu yang aneh, seolah lorong itu menelannya hidup-hidup.

Lorong itu terlihat seperti tak berujung. Rima berjalan selama hampir setengah jam, tetapi ia tidak menemukan ujungnya. Anehnya, pemandangan di sekitarnya tetap sama—pohon-pohon tua yang kurus, dengan akar-akar yang menjalar seperti tangan melengkung. Rima mulai merasa resah, tetapi ia terus maju, mencoba menepis perasaan tidak nyaman itu.

Kemudian, ia mendengar suara langkah kaki di belakangnya. Cepat ia menoleh, tetapi tidak ada siapa-siapa. "Hanya imajinasi," gumamnya, mencoba meyakinkan diri. Namun, langkah kaki itu semakin mendekat, seperti seseorang yang sengaja mengikutinya.

“Tolong...,” suara lirih terdengar dari balik semak-semak. Rima berhenti, mencoba mencari asal suara. Ia menemukan sebuah kain kumal tergantung di dahan, basah oleh darah kering. Tiba-tiba, angin dingin menerpa wajahnya, dan ia mendengar bisikan.

“Jangan lihat ke belakang...”

Suara itu begitu jelas, tetapi Rima tidak bisa mengabaikannya. Ia menoleh, dan di sana berdiri seorang pria dengan wajah rusak, mata kosong, dan tubuh yang penuh luka. Pria itu melangkah mendekat dengan gerakan aneh, seolah tulangnya tidak lagi utuh. Rima terjatuh, terengah-engah, mencoba merangkak menjauh.

Pria itu berbicara dengan suara yang terdengar seperti berbisik dan berteriak sekaligus. “Kembalikan aku... ke keluargaku...”

Rima tak mampu menjawab, tubuhnya membeku. Saat pria itu semakin dekat, ia merasakan udara menjadi semakin dingin hingga menusuk tulang. Namun tiba-tiba, suara lonceng dari kejauhan terdengar, memecah keheningan yang menakutkan. Pria itu berhenti dan perlahan menghilang, seperti kabut yang disapu angin.

Rima berlari keluar lorong dengan napas tersengal. Begitu sampai di ujung lorong, ia disambut oleh penduduk desa yang sudah berkumpul. Wajah mereka tampak pucat.

“Kamu lihat siapa di sana?” tanya Pak Danu dengan suara bergetar.

Rima mencoba menjelaskan, tetapi suaranya tercekat. Akhirnya, Pak Danu menceritakan kisah tragis pria yang ia lihat. “Dia Bagas, anak yang hilang bertahun-tahun lalu. Dia masuk ke lorong itu untuk mencari kayu bakar. Waktu ditemukan, tubuhnya sudah rusak, seperti dihantam sesuatu yang tak kasat mata.”

Rima tidak pernah menyelesaikan artikel tentang lorong tua itu. Namun, ia tahu satu hal: ada tempat-tempat yang lebih baik dibiarkan menjadi misteri.

Recevoir des notifications pour chaque nouveau message

Recevoir des notifications pour chaque nouveau message

Recevoir des notifications pour chaque nouveau message

© 2023 Il s'agit d'un Moise modèle alimenté par Framer.

© 2023 Il s'agit d'un Moise modèle alimenté par Framer.

© 2023 Il s'agit d'un Moise modèle alimenté par Framer.