Conception

Conception

Conception

19 avril 2024

Hening dalam Cahaya

Di sebuah desa kecil yang tersembunyi di balik hutan lebat, seorang pria bernama Rangga hidup sendirian. Ia dikenal sebagai penjaga menara tua di bukit, tempat lentera raksasa menyala setiap malam. Lentera itu bukan sembarang lentera; cahayanya dipercaya mampu mengusir makhluk gelap yang menghantui desa sejak zaman dahulu. Namun, tak ada yang tahu bagaimana lentera itu bekerja, dan Rangga sendiri menganggap tugasnya sebagai sebuah rutinitas tanpa makna.

Setiap malam, Rangga memanjat tangga panjang menuju puncak menara. Ia akan memutar tuas tua hingga lentera menyala, menyinari desa dengan sinar keemasan yang hangat. Tapi bagi Rangga, cahaya itu adalah beban. Ia merasa terkurung dalam siklus tanpa akhir, tanpa tujuan selain menjaga lentera tetap menyala. "Mengapa aku harus terus melakukan ini?" gumamnya, memandang cahaya yang memancar ke langit malam.

Hingga suatu malam, semuanya berubah.

Cahaya lentera tiba-tiba meredup, dan langit yang tadinya jernih berubah menjadi gelap pekat. Angin dingin berdesir, membawa suara bisikan aneh yang menyeruak di telinga Rangga. Saat ia menatap ke hutan di bawah bukit, ia melihat bayangan-bayangan hitam bergerak mendekat, seperti kabut yang hidup.

Rangga merasa jantungnya berdebar kencang. Ia mencoba memutar tuas lentera, tetapi tak ada yang terjadi. Panik, ia turun dari menara dan berlari ke desa untuk memperingatkan penduduk. Namun ketika ia tiba, desa itu sudah berubah. Tidak ada seorang pun di sana. Rumah-rumah tampak kosong, seperti ditinggalkan dalam keadaan tergesa-gesa. Tapi yang paling aneh adalah cahayanya—desa itu bersinar redup dengan warna yang asing, seolah terjebak dalam mimpi buruk.

Di tengah lapangan desa, Rangga melihat seorang wanita muda berdiri dengan tenang. Wajahnya memancarkan ketenangan yang aneh, namun matanya menyimpan rahasia. "Kau Rangga, penjaga lentera," katanya dengan suara lembut namun tegas.

"Apa yang terjadi di sini? Di mana semua orang?" Rangga bertanya dengan nada putus asa.

Wanita itu memperkenalkan dirinya sebagai Lara, seorang penjaga masa lalu. Ia menjelaskan bahwa lentera di menara bukan hanya alat penerang, tetapi sebuah penyeimbang antara dunia nyata dan dunia bayang. "Cahayanya menjaga batas antara terang dan gelap. Ketika kau meragukan tugasmu, kau melemahkan kekuatannya," ujar Lara.

Rangga terkejut. Selama ini, ia menganggap lentera hanyalah alat biasa. Ia tidak pernah menyadari bahwa lentera itu adalah penjaga keseimbangan, dan dirinya adalah kunci utama dalam menjaga cahaya tetap hidup.

Namun, Lara melanjutkan dengan nada muram, "Sekarang batas itu sudah retak. Makhluk-makhluk dari dunia bayang mulai merasuki dunia ini. Kau harus memperbaiki cahaya lentera sebelum semuanya terlambat."

Rangga merasa beban yang berat menghimpit dadanya. Ia ingin menyerah, ingin lari dari tanggung jawab. Tapi ketika ia melihat desa yang mulai memudar dan bayangan hitam yang semakin mendekat, ia menyadari bahwa tidak ada pilihan lain. Ia harus bertindak.

Bersama Lara, Rangga kembali ke menara. Di sana, mereka menemukan bahwa lentera itu memiliki inti yang telah lama mati—sebuah kristal kuno yang hanya dapat dihidupkan kembali dengan "cahaya hati". Lara menjelaskan bahwa hanya ketulusan dan keberanian Rangga yang dapat menyalakan kembali lentera itu.

Di puncak menara, Rangga berdiri di depan lentera yang gelap. Ia menutup matanya, mengingat semua yang ia abaikan—rasa syukur, tanggung jawab, dan cinta terhadap desa yang ia lindungi selama ini. Dengan hati yang penuh, ia menyentuh inti kristal.

Sebuah cahaya menyilaukan meledak dari lentera, menyapu seluruh desa dan hutan di sekitarnya. Bayangan hitam yang mendekat lenyap dalam sekejap, dan malam kembali tenang. Namun, Rangga jatuh berlutut, tubuhnya kelelahan.

Lara tersenyum, memandangnya dengan penuh rasa hormat. "Kau telah menemukan cahaya dalam dirimu. Sekarang lentera akan terus menyala, selama kau percaya pada tugasmu."

Ketika Rangga kembali ke desa, ia menemukan penduduk sudah kembali. Mereka tidak menyadari apa yang telah terjadi, seolah-olah malam itu hanyalah mimpi buruk yang singkat. Tetapi bagi Rangga, malam itu adalah awal dari sebuah perjalanan baru. Ia tidak lagi merasa terbebani oleh tugasnya. Ia tahu bahwa lentera itu bukan hanya cahayanya, tetapi juga cahayanya sendiri—sebuah pengingat bahwa setiap langkah yang ia ambil memiliki makna yang mendalam.

Recevoir des notifications pour chaque nouveau message

Recevoir des notifications pour chaque nouveau message

Recevoir des notifications pour chaque nouveau message

© 2023 Il s'agit d'un Moise modèle alimenté par Framer.

© 2023 Il s'agit d'un Moise modèle alimenté par Framer.

© 2023 Il s'agit d'un Moise modèle alimenté par Framer.